cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Arena Hukum
Published by Universitas Brawijaya
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol. 8 No. 1 (2015)" : 8 Documents clear
EFEKTIVITAS PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH CAMAT MALINAU BARAT BERDASARKAN PERATURAN BUPATI MALINAU NOMOR 14 TAHUN 2011 Meli Juita
Arena Hukum Vol. 8 No. 1 (2015)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (763.473 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2015.00801.4

Abstract

AbstractIneffective issuance of building permit with respect to the lack of public awareness in the care of the building permit and West Malinau District Government officials also do not understand fully about the implementation of the issuance of building permit by sub-district after the enactment of the decree Malinau Number 14 In 2011. Problem formulation that is what degree of effectiveness publishing Building Permit conducted by the sub-district of West Malinau Malinau after the enactment of the decree Number 14 of 2011? And what factors or elements of the most dominant influence on the level of effectiveness of the issuance of building permit conducted by the sub-district of West Malinau Malinau after the enactment of the decree Number 14 of 2011?. The purpose of this paper is to determine the level of effectiveness of the publication Building Permit and the factors or elements of the most dominant influence on the level of effectiveness of the issuance of building permit conducted by the sub-district of West Malinau Malinau after the enactment of the decree Number 14 of 2011. Methods used is the juridical - empirical. The results of the study that the effectiveness of the publication Building Permit by sub-district of West Malinau Malinau Regent Regulation Number 14 of 2011 is not effective because of the factor structure, substance, and culture. The dominant factors or elements that most influence on the level of effectiveness of the publication Building Permit by Malinau District Head West after the enactment of the decree Number 14 of 2011 Malinau that legal factors, law enforcement factor, factor means or facilities, community factors, and cultural factors.AbstrakKetidakefektifnya penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) berkenaan dengan kurangnya kesadaran masyarakat dalam mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan aparatur Pemerintah Kecamatan Malinau Barat juga belum memahami dengan sepenuhnya mengenai pelaksanaan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) oleh Camat setelah diberlakukannya Peraturan Bupati Malinau Nomor 14 Tahun 2011. Rumusan Masalah yaitu Bagaimana tingkat efektivitas penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dilakukan oleh Camat Malinau Barat setelah diberlakukannya Peraturan Bupati Malinau Nomor 14 Tahun 2011? Dan Apa faktor atau unsur dominan yang paling berpengaruh terhadap tingkat efektivitas penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dilakukan oleh Camat Malinau Barat setelah diberlakukannya Peraturan Bupati Malinau Nomor 14 Tahun 2011?. Tujuan penulisan ini yaitu untuk mengetahui tingkat efektivitas penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan faktor atau unsur dominan yang paling berpengaruh terhadap tingkat efektivitas penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dilakukan oleh Camat Malinau Barat setelah diberlakukannya Peraturan Bupati Malinau Nomor 14 Tahun 2011. Metode yang digunakan adalah yuridis-empiris. Hasil dari penelitian bahwa efektivitas penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) oleh Camat Malinau Barat berdasarkan Peraturan Bupati Malinau Nomor 14 Tahun 2011 belum berjalan secara efektif karena dari faktor struktur, substansi, dan kultur. Faktor atau unsur dominan yang paling berpengaruh terhadap tingkat efektivitas penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) oleh Camat Malinau Barat setelah diberlakukannya Peraturan Bupati Malinau Nomor 14 Tahun 2011 yaitu faktor hukum, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat, dan faktor kebudayaan.
THE NEED FOR INTERNATIONAL COOPERATION IN CRIMINAL MATTERS: CASE OF MADAGASCAR Saida Tongalaza
Arena Hukum Vol. 8 No. 1 (2015)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (816.962 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2015.00801.3

Abstract

AbstractThe cooperation in criminal matters is a collaboration tool allowing a criminal authority of a country to appeal to a foreign authority for lute against offenses has international character or performance measures within the scope of the criminal proceedings. The internationalization of criminality and other forms of transnational crime were responsible for the implementation of this system at regional and global level. Like all other countries of the world, Madagascar is actively involved in the development of this international cooperation. But one wonders whether the offenses for which such assistance is applied are limited or not. In other words, is that such cooperation is limited to offenses under the International Convention? The answer to these questions requires the determination of the areas on which cooperation can take place. In other words, the statement of offense to the achievement of which assistance or more precisely corporation may be requested. The main Issue on this paper purposing international cooporation between Madagascar as sovereignty state with other states to fight criminal matters. This paper use juridical normative with library research methodology. Madagascar like any other country in the world has signed since its independence, a Judicial Cooperation Agreement to deal with any kind of legal constraint internationally. In fact, the cooperation is a strategy that aims to curb impunity. Therefore: the prerequisite for the establishment of justice. But to achieve effective cooperation, it is necessary that each country shows its resolution to fight together against crime through cooperation.AbstrakKerjasama dalam ranah hukum pidana menjadi alat atau sarana yang memperbolehkan bagi penegak hukum di suatu negara untuk mengajukan banding terhadap negara lain. Keadaan ini harus dipandang sebagai upaya untuk mengikatkan diri dengan tidak dimaksudkan turut campur terhadap proses peradilan pidana. Perbuatan kriminal dalam ruang lingkup internasional dan bentuk lain dari kejahatan trannasional menjadi pemicu dilaksanakannya sistem peradilan pidana ini, baik tingkat regional maupun global. Madagaskar sama halnya dengan negara lain secara aktif turut serta untuk mengembangkan sistem ini, akan tetapi yang menjadi pertimbangan apakah tindakan ini dapat dibatasi atau tidak?. Lain kata apakah tindakan ini dapat dilakukan di bawah Konvensi Internasional?. Jawaban atas pertanyaan ini memerlukan penetapan bagian-bagian dari kerjasama yang diperbolehkan untuk dilakukan. Lain kata pernyataan turut serta dalam ranah kerjasama dapat dicapai melalui permintaan agar dipenuhinya keadaan tersebut. tulisan ini ditujukan untuk mengkaji kerjasama internasional antara Madagascar sebagai sebuah negara berdaulat dengan negara-negara lain dalam memerangi tindak pidana. Tulisan ini menggunakan metode yuridis normatif melalui penelitian kepustakaan (library research). Madagascar memiliki komitmen dalam setiap bidang hukum yang berkaitan dengan kerjasama internasional yang saling mengikat dalam Judicial Cooperation Agreement, demi pencapaian kebutuhan akan keadilan. Kerjasama ini dapat berjalan secara efektif, bila setiap negara memiliki resolusi untuk memerangi kejahatan melalui suatu kerjasama.
LANDASAN FILOSOFIS TINDAKAN DISKRESI KEPOLISIAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM Prima Astari
Arena Hukum Vol. 8 No. 1 (2015)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (772.333 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2015.00801.1

Abstract

AbstractDiscretion is an extensive authority or can be called a freedom to act. The purpose of this research is to analyze the philosophical foundation of description and discretion police action against the suspect’s children and to analyze act about the police against discretion children who are dealing with Indonesian law. This research uses a kind of normative legal research. In the criminal law although it’s discretion, but should remain in the corridor of the law and does not violate human rights. Given the specificity of their child , in terms of both spiritual and physica, willing - even in terms of criminal liability for his actions, then it must be arranged so that the criminalization of children, especially criminal deprivation of liberty is the last attempt (ultimum remedium) when another attempt was not successful. With so real discretionary authority is not directly justified by UUD’45 soul. Except that if the criminal justice system to remember the positive that tend to threaten prison sentence for the suspect. So if there are matters that are not processed in order to protect citizens from threats that are not favorable for life in the future. Here, the role of discretion that was and this is in accordance with the spirit UUD’45 opening it.AbstrakDiskresi merupakan kewenangan yang luas atau dapat juga disebut dengan kebebasan untuk bertindak. Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk menganalisa dan mendiskripsikan landasan filosofis tindakan diskresi kepolisian terhadap anak yang berhadapan dengan hukum di Indonesia dan untuk menganalisa dan mendiskripsikan tindakan pengaturan tentang tindakan diskresi kepolisian terhadap anak yang berhadapan dengan hukum di Indonesia. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan pendekatan Undang-undang. Dalam lapangan hukum pidana, meskipun sifatnya diskresi, tetapi harus tetap dalam koridor hukum dan tidak melanggar hak azasi manusia. Mengingat kekhususan yang dimiliki anak, baik dari segi rohani dan jasmani, maupun dari segi pertanggungan jawab pidana atas tindakannya, maka haruslah diusahakan agar pemidanaan terhadap anak terutama pidana perampasan kemerdekaan merupakan upaya terakhir (ultimum remedium) bilamana upaya lain tidak berhasil. Dengan begitu wewenang diskresi sesungguhnya secara tak langsung dibenarkan oleh jiwa UUD’45. Kecuali itu apabila diingat sistem hukum pidana positif yang cenderung untuk mengancam hukuman penjara bagi tersangka. Maka apabila ada perkara-perkara yang tidak diproses adalah dalam rangka melindungi warga Negara dari ancaman yang tidak menguntungkan bagi kehidupannya pada masa depan. Disinilah peran diskresi itu berada dan hal ini sesuai dengan jiwa pembukaan UUD’45 itu.
KONSISTENSI MENERAPKAN PERATURAN PERUSAHAAN DALAM PENGHITUNGAN KOMPENSASI PEKERJA PIMPINANYANG BEKERJA DI LAPANGAN OPERASI PADAPT.ABC Firdaus Furywardhana
Arena Hukum Vol. 8 No. 1 (2015)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (759.378 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2015.00801.6

Abstract

AbstractExcess Hours of Work Compensation Formula Application (KKJK) for leaders who work in the field operations is the best solution to resolve the lack of consistent between rules and reality Excess Hours of Work Compensation (KKJK) payments for workers of the field operations. Formulation calculation of compensation excess working hours (KKJK) according agreed in LKS Bipartit with calculation 3.20% per day for work scheduled at 14:07 and 3.78% per day for the work scheduled at 16:12 forfield leader to be implemented consistently BeforeThe company will provide compensation 60% from the wages of a month to leaders who work in the Field Operations based on attendance, while the Fair Workers excess working hours counted as work overtime. This compensation is not included in the calculation as the wage component.Realization field leader compensation payments is given by 60% of the wages regardless of attendance in the operation field. AbstrakPenerapan Formula kompensasi kelebihan jam kerja (KKJK) bagi pekerja pimpinan di lapangan operasi merupakan solusi terbaik untuk menyelesaikan ketidak-konsisten antara aturan dan kenyataan pembayaran kompensasi kelebihan jam kerja (KKJK) bagi pekerja pimpinan di lapangan operasi.Formulasi perhitungan kompensasi kelebihan jam kerja (KKJK) sesuai disepakati dalam LKS Bipartit dengan perhitungan 3.20% per hari untuk jadwal kerja 14:7 dan 3.78% per hari untuk jadwal kerja 16:12 bagi pekerja pimpinan di lapangan operasi agar dilaksanakan secara konsisten. Sebelumnya Perusahaan akan memberikan kompensasi sebesar 60% dari Upah sebulan kepada Pekerja Pimpinan yang bekerja di Lapangan Operasi berdasarkan daftar kehadiran, Sedangkan kepada Pekerja Biasa kelebihan jam kerja dihitung sebagai kerja lembur. Kompensasi ini tidak termasuk dalam perhitungan sebagai komponen upah.Realiasasi pembayaran kompensasi pekerja pimpinan dilapangan diberikan sebesar 60% dari upah tanpa memperhitungkan jumlah kehadiran di lapangan operasi.
PROBLEMATIKA PELAKSANAAN DIVERSI DALAM PENYIDIKAN PIDANA DENGAN PELAKU ANAK DI KEPOLISIAN RESORT MALANG Fachrizal Afandi
Arena Hukum Vol. 8 No. 1 (2015)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (917.712 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2015.00801.2

Abstract

AbstractDiversion as a new concept in Law 11/2012 on the Juvenile Justice System is becoming problematic in its practices. Several regulations and infrastructures, which obligatoryfor supporting diversionhave not been provideduntil now. This article attempted to see how diversion implementations and its problems during the police investigation.The research has found that the lack of infrastructures and technical regulations on the Law 11/2012 resulted the inefficiency of the diversion implementation. AbstrakSebagai konsep yang sama sekali baru, konsep Diversi dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana anak tidak lepas dari berbagai macam masalah. Berbagai macam aturan pelaksana yang harusnya disiapkan beserta infrastruktur penunjang system diversi dalam waktu 2 (dua) tahun sejak diundangkan ternyata belum semuanya terbangun dengan baik. Penelitian ini mencoba melihat bagaimana praktik pelaksanaan diversi di tahapan penyidikan dengan mengambil focus di Kepolisian Resort Kabupaten Malang (Polres Malang). Penelitian yuridis empiris ini menggunakan metode socio-legal dengan mengkombinasikan isu hukum dan praktik di lapangan ditinjau dari ilmu sosial. Hasil penelitian menunjukkan ketiadaan infrastruktur dan peraturan pelaksana UU SPPA yang mengatur proses diversi mengakibatkan tidak optimalnya pelaksanaan diversi.
PENYELENGGARAAN RUPS MELALUI MEDIA ELEKTRONIK TERKAIT KEWAJIBAN NOTARIS MELEKATKAN SIDIK JARI PENGHADAP Amelia Sri Kusuma Dewi
Arena Hukum Vol. 8 No. 1 (2015)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (801.603 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2015.00801.7

Abstract

AbstractThis research aims to analyze existing norms conflict between Article 16 Paragraph (1) c of Act No. 2 of 2014 on the Amendment Act No. 30 of 2004 concerning Notary which provides that the Notary required to attach the fingerprint of the parties facing the Minuta Deed, and Article 77 of Act No. 40 of 2007 on Limited Liability Company which provides that the Annual General Meeting of Shareholders (AGMS) through media teleconference, videoconference, or other means of electronic media. It also examines the juridical implications of the Notary and Acts of the AGMS through electronic media if the Notary does not fulfill the obligation to attach the fingerprint of the parties facing the Minuta Deed. To answer the above norm conflict, the type of research conducted by researchers is a normative juridical research using the statute approach and conceptual approach. The results of this research, that there is a conflict of norms in the form of obscurity norm, disharmony and emptiness norm in the relevant legislation. Regarding the juridical implications of the notary when not fulfilling the obligation to attach the fingerprint of the parties facing the Minuta Deed, then the notary may be subject to sanctions pursuant to Article 16, paragraph (11) of Act No. 2 of 2014 on the Amendment of Act No. 30 of 2004 on the Notary. As against the deed of the AGMS, fingerprint embedding function within minutes of notarial deed is not a legal action to determine the validity or authenticity of the certificate, but only serves to ensure the correctness identity of the facing parties. AbstrakPenelitian ini bertujuan menganalisa konflik norma yang ada antara Pasal 16 Ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang mengatur bahwa Notaris wajib untuk melekatkan sidik jari penghadap pada Minuta Akta, demikian dengan Pasal 77 Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) yang mengatur bahwa penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya. Selain itu juga mengkaji implikasi yuridis terhadap Notaris dan akta RUPS melalui media elektronik apabila Notaris tidak memenuhi kewajiban untuk melekatkan sidik jari penghadap pada minuta akta. Untuk menjawab konflik norma tersebut di atas, jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan statute approach (pendekatan perUndang-undangan) dan conceptual approach (pendekatan konsep). Hasil penelitian, bahwa terjadi konflik norma berupa kekaburan norma, disharmonisasi maupun kekosongan norma di dalam peraturan perUndang-undangan terkait. Mengenai implikasi yuridis terhadap Notaris apabila tidak memenuhi kewajiban untuk melekatkan sidik jari penghadap pada minuta akta, maka Notaris dapat dikenai sanksi sesuai pasal 16 ayat (11) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Sedangkan terhadap akta RUPS, fungsi melekatkan sidik jari dalam minuta akta Notaris bukan suatu tindakan hukum dalam menentukan keabsahan atau otentisitas dari akta tersebut melainkan hanya berfungsi untuk menjamin kebenaran identitas penghadap. 
KEPASTIAN HUKUM PERJANJIAN KAWIN YANG SUDAH DISAHKAN NAMUN TIDAK DICANTUMKAN DI KUTIPAN AKTA PERKAWINAN YANG DITERBITKAN OLEH DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA MALANG Nadia Valentina
Arena Hukum Vol. 8 No. 1 (2015)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (952.624 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2015.00801.5

Abstract

AbstractThe presence of prenuptial agreement printed in Marriage Certificate is very important so that third parties (creditor, notary public, and others), whose interest in the status of marital property of husband and wife, can immediately see whether the couple are married with prenuptial agreement or not. But until now there is legal vacuum about the rule requiring the Department of Population and Civil Registration (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, shorted as Dispendukcapil) to print the presence of prenuptial agreement in Marriage Certificate, it makes some Dispendukcapil print the presence of prenuptial agreement in the Marriage Certificate its issued, but there is Dispendukcapil which not, as in Malang City. This journal is purposed to identify and analyze legal certainty of valid prenuptial agreement enactment but its presence is not printed, then to identify legal action can be done by husband and wife whose their prenuptial agreement is not printed, and finally to formulate the substance of the prenuptial agreement presence that should be printed in the Marriage Certificate issued by Dispendukcapil Malang City. This journal is compiled with normative juridical research method, with the statute approach and case approach. Based on the survey, revealed that the legal vacuum makes legal uncertainty of the enactment of prenuptial agreement which its presence is not printed in the Marriage Certificate. Legal action can be done by married couples whose their valid prenuptial agreement presence is not printed in the Marriage Certificate, is to ask Dispendukcapil Malang City to issue a copy of Marriage Certificate from Register Book of Marriage Act or to add additional notes of prenuptial agreement at the back page of Marriage Certificate sheet.. Researchers then tried to formulate the substance of the prenuptial agreement presence that should be printed in the Marriage Certificate issued by Dispendukcapil Malang City. AbstrakPencantuman keberadaan perjanjian kawin di Kutipan Akta Perkawinan adalah sangat penting supaya pihak ketiga (kreditur, notaris, dan sebagainya) yang berkepentingan terhadap status harta perkawinan pasangan suami istri bisa langsung melihat apakah suami istri tersebut kawin dengan membuat perjanjian kawin atau tidak. Namun ada kekosongan hukum karena tidak ada aturan yang mewajibkan pencantuman tersebut, yang menyebabkan ada Dispendukcapil yang mencantumkan adanya perjanjian kawin di Kutipan Akta Perkawinan yang diterbitkannya, dan ada yang tidak mencantumkan, seperti Dispendukcapil Kota Malang. Jurnal ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kepastian hukum berlakunya perjanjian kawin yang sudah disahkan namun keberadaannya tidak dicantumkan, serta untuk mengidentifikasi upaya hukum yang bisa dilakukan oleh pasangan suami istri yang keberadaan perjanjian kawinnya tidak dicantumkan, kemudian untuk merumuskan materi muatan adanya perjanjian kawin yang seharusnya tertera di Kutipan Akta Perkawinan yang diterbitkan oleh Dispendukcapil Kota Malang. Jurnal ini disusun dengan metode penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kekosongan hukum tersebut menjadikan ketidakpastian hukum berlakunya perjanjian kawin yang tidak dicantumkan di Kutipan Akta Perkawinan. Upaya hukum yang bisa dilakukan oleh pasangan suami istri yang perjanjian kawinnya sudah disahkan namun tidak dicantumkan di Kutipan Akta Perkawinan yang diterbitkan oleh Dispendukcapil Kota Malang adalah meminta penerbitan Salinan Akta Perkawinan atau penambahan catatan pinggir di Kutipan Akta Perkawinan. Kemudian Peneliti mengusulkan rumusan materi muatan adanya perjanjian kawin yang seharusnya tercantum di Kutipan Akta Perkawinan yang diterbitkan oleh Dispendukcapil Kota Malang.
TINJAUAN YURIDIS PENGAJUAN PEMBATALAN PERJANJIAN JUAL BELI SAHAM PERUSAHAAN SECARA SEPIHAK Satriyo Wahyu Harsoyo
Arena Hukum Vol. 8 No. 1 (2015)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (769.799 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2015.00801.8

Abstract

AbstractContract is an act by which one or more persons bind themselves to one person or more. Contract thus legally binding on the parties, to obtain rights or obligations specified in the contract. However, in a contract, not always run smoothly. As happened in filing a Share Purchase contract cancellation PT Kaltim Satria Samudera (PT KSS) between the Sellers the Yayasan Kesejahteraan Hari Tua(YKHT) with buyers Yayasan Pupuk Kaltim(YPK). Stock purchase plan agreement signed by PT KSS YPK and YKHT not include cancellation terms of the contract. The absence of a condition in the contract void makes negotiating the cancellation of the sale and purchase of shares in PT KSS be deadlock. This paper based on normative legal research. The results obtained indicate that based on the Theory of Legal System, the parties can resolve this disputeby means of negotiation and mediation. Retrieved alsoconcluded that the submission of cancellation of the contract can be done with the agreement of the parties or the cancellation of the contrac tto the court. AbstrakPerjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Perjanjian dengan demikian mengikat para pihak secara hukum, untuk mendapatkan hak atau melaksanakan kewajiban yang ditentukan dalam perjanjian itu. Namun dalam suatu perjanjian, tidak selamanya dapat berjalan dengan lancar. Seperti yang terjadi dalam Pengajuan pembatalan Perjanjian Jual Beli Saham PT Kaltim Satria Samudra (PT KSS) antara Pihak Penjual yaitu Yayasan Kesejahteraan Hari Tua (YKHT) dengan pembeli Yayasan Pupuk Kaltim (YPK). Kesepakatan rencana pembelian saham PT KSS yang ditandatangi oleh YPK dan YKHT tidak mencantumkan syarat pembatalan perjanjian tersebut. Ketiadaan syarat batal dalam perjanjian tersebut membuat negosiasi pembatalan jual beli saham PT KSS menjadi deadlock. Tulisan ini berdasarkan hasil penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Diperoleh hasil bahwa berdasarkan tinjauan Teori Sistem Hukum, para pihak dapat menyelesaikan sengketa ini dengan cara negosiasi dan mediasi. Diperoleh juga kesimpulan bahwa cara pengajuan pembatalan perjanjian dapat dilakukan dengan kesepakatan para pihak atau pengajuan pembatalan perjanjian ke Pengadilan

Page 1 of 1 | Total Record : 8